Jumat, 10 Februari 2012

BERANIKAH KITA BERSIKAP KERAS ( Menpertahankan Pulau Lari-larian )

Terbitnya Permendagri No. 43 tahun 2011 tentang Wilayah Administrasi Pulau Lerek-Lerekan, yang mengakibatkan Propinsi Kalimantan Selatan dan kabupaten Kotabaru kehilangan Pulau Lari-larian ( Pulau Lerek-lerekan versi Permendagri ) yang selama ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.


Permendagri No. 43 tahun 2011 tersebut telah melukai perasaan masyarakat Kalimantan Selatan dan kabupaten Kotabaru khususnya, karena terbitnya tanpa memperhatikan fakta-fakta yang ada dan kurang maksimalnya melibatkan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kabupaten dalam mengambil keputusan.
Bahwa sudah menjadi sesuatu yang faktual, dan lebih dari cukup bukti-bukti yang menyatakan Pulau Lari-larian adalah bagian dari Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan.
Diantara sekian banyak bukti yang diajukan sebagai bahan pembuktian pada proses hukum PTUN dan Judicial Review, ada beberapa hal yang sangat menggelitik nurani kita sebagai warga Negara ( warga Kalsel) bagian dari NKRI ini, antara lain :
Pembahasan Amdal oleh pemrakarsa yaitu PT. Pearl Oil berdasarkan dokumentasi dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup sangat jelas dilaksanakan beberapa kali di kabupaten Kotabaru sebagai daerah penerima dampak dari kegiatan eksploitasi sumber daya alam di wilayah Pulau Lari-larian. Maka dengan demikian sangatlah ironis kalau secara tiba-tiba saja ditetapkan secara sepihak oleh Mendagri bahwa Pulau Lari-larian termasuk dalam wilayah administratif Sulawesi Barat. Sementara daerah penerima dampak adalah Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan.
Kemudian sikap Mendagri yang menolak bertemu dengan Ketua DPRD Kalimantan Selatan dan Bupati Kotabaru adalah salah satu bentuk arogansi Mendagri dan pelecehan terhadap simbol publik rakyat Kalimantan Selatan, sementara perlakuan yang berbeda oleh Mendagri terhadap pihak Sulawesi Barat.
Lalu bagaimana sikap kita sebagai warga Kalimantan Selatan menyikapi terbitnya Permendagri dan perlakuan sikap mendagri yang seperti itu, apakah kita hanya diam-diam saja, bereaksi dengan “santun” dengan menggunakan bahasa retorika “kita negara kesatuan untuk apa mempersoalkan Pulau yang merupakan bagian dari NKRI, kita Negara hukum, biarkan proses hukum nanti yang memutuskan mari kita buktikan warga Kalsel taat hukum, kita harus menjaga suasana kondusif..bla bla bla… dan kalimat-kalimat lainnya” yang sayangnya kalimat-kalimat tersebut muncul dari pihak Kalimantan Selatan.
Coba kita berandai-andai bagaimana kalau yang berposisi mengambil pulau tersebut adalah pihak Kalsel, apa yang akan dilakukan oleh pihak Sulawesi Barat?....
Hampir bisa dipastikan mereka akan mengambil sikap “180 derajat” berbeda dengan sikap Kalsel selama ini. Harkat dan martabat mereka akan terusik keras dan akan melakukan perlawanan keras pula dan itu akan dilakukan oleh semua elemen, dan tidak aka nada kalimat-kalimat retorika seperti diatas, upaya hukum bagi mereka mungkin hanyalah simbolis.
Dengan demikian banyak “pelajaran dan tamparan” yang sebenarnya bisa kita ambil untuk instropeksi sebagai orang Kalsel.
Kerja tanpa Visi dan Misi
Memang betul Pulau Lari-larian adalah masuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, bagi kita warga kalsel itu tidak diragukan lagi, namun upaya mempertahankan Pulau tersebut hanyalah dipandang sebagai kegiatan atau program atau proyek APBD yang harus dilaksanakan. Bagaimana visinya agar keberadaan pulau tersebut memberi manfaat bagi warga Kalsel dan bagaimana misinya mempertahankan dari keinginan pihak Sulbar yang berupaya merebutnya? Tidak maksimal terwujud dalam tindakan para pejabatnya.
Bukti kongkritnya adalah berapa banyak sudah pejabat yang semestinya terlibat aktif dalam pembahasan keberadaan Pulau Lari-larian baik ditingkat lokal maupun nasional hanya berharap pada “margin” SPPD, cukup absen hadir selesai. Bagaimana hasil pembahasannya terserah ikut arus saja, terus buat laporan kegiatan bahwa program sudah terlaksana, apa hasilnya sama sekali tidak menjadi hal yang semestinya di pedulikan. Bahkan ada yang hanya absen dan dapat tandatangan SPPD kemudian melaksanakan agenda pribadi lainnya.
Kejadian tanggal 9 – 11 Juli 2008 di Hotel Banjarmasin Internasional ( HBI ) Banjarmasin Rapat Pembakuan Nama-Nama Pulau di Kalimantan Selatan, antara Tim Nasional dan para pejabat pemprop dan Pemkab se-Kalimantan Selatan. Menghasilkan Berita Acara rapat tertanggal 11 juli 2008, yang hasilnya adalah daftar nama-nama pulau di Kalimantan Selatan. Kemudian pada tanggal 26 Oktober 2011 ternyata oleh Tim Mendagri yang menerbitkan Permendagri 43 tahun 2011 menyatakan bahwa salah satu alasan kenapa Pulau Lari-larian tidak masuk wilayah Kalsel adalah berdasarkan berita Acara Rapat tanggal 11 Juli 2008 lengkap dengan lampiran tandatangan didalam berita acara tersebut, dimana menurut mereka pihak Pemprop dan pemkab Kotabaru tidak memasukkan Pulau Lari-larian sebagai pulau yang termasuk dalam wilayah administrasi Kalsel. Alasan yang diajukan ini sangat mengejutkan yang membuat kita semua menjadi bertanya-tanya “apakah benar demikian?..”
Setelah alasan tersebut terekspose, semua pihak yang terlibat membuat klarifikasi bahwa tidak benar berita acara tersebut, merasa dimanfaatkan dan disalahgunakan, yang sebenarnya adalah cuma tandatangan daftar hadir dan tidak pernah menandatangani berita acara dan menurut para pejabat pemprop dan pemkab saat itu mereka mengajukan Pulau Lari-larian masuk sebagai wilayah Kalsel, namun di pending karena terhadap pulau tersebut juga diajukan oleh pihak Sulbar. SUDAH SELESAI begitu saja, namun sangat disayangkan bahwa mengenai “pending” tersebut tidak masuk dalam catatan berita acara. Artinya BENAR hanya Sulawesi barat yang mengajukan Pulau Lari-larian masuk sebagai wilayah administrasinya. Dalam Laporan Tim nasional Pembakuan nama-nama Pulau di Indonesia tidak ada perselisihan /perebutan pulau Lari-larian tersebut antara Kalsel dan Sulbar.
Coba kita simak dengan seksama kejadian diatas !..
Akan banyak pertanyaan-pertanyaan yang patut kita ajukan. Kenapa tim pemprop dan Pemkab pada tahun 2008 itu lalai terhadap persoalan yang krusial ini ?..Benarkah para pejabat yang hadir saat itu serius mengikuti rapat?..Rapat dan adanya Berita Acara Rapat itu pada tahun 2008 kenapa baru ketahuan sekarang dan wajar apabila ada pertanyaan Gubernur dan Bupati Kotabaru saat itu lagi ngapain?..kenapa tidak memperhatikan persoalan tersebut?..
Terlepas persoalan Berita Acara Rapat itu palsu atau tidak benar, yang jelas begitulah faktanya yang terjadi dan kalau merasa itu palsu atau tidak benar kenapa tidak ada proaktif dari Gubernur sebagai pemilik domain perkara ini untuk mengambil tindakan dan mengambil langkah hukum yang tegas membuat laporan polisi?.. ( Laporan Polisi yang akan dilakukan saat ini khan inisiatif dari masyarakat Kotabaru sama sekali bukan dari pemprop, bahkan Pemprop terkesan tidak mendukung upaya laporan pidana terhadap dugaan pemalsuan tersebut ).
Inilah faktanya kinerja birokrasi yang akhirnya merugikan daerah dan berdampak langsung terhadap lambatnya pembangunan daerah.

Lemahnya Loby/ Bargaining
Disamping bekerja tanpa visi dan misi faktor lemahnya loby dan “bargaining” pada tingkat pusat pemerintahan juga sangat lemah, sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah daerah Sulawesi Barat.
Keluarnya Permendagri 34 tahun 2011 tersebut adalah indikator kuat bahwa lemahnya loby dan “bargaining position” pihak Kalsel pada tingkat pusat. Terlepas pada persoalan prosedural tidaknya dan bagaimana lemah dan cacatnya proses permendagri itu terbit. Di negeri ini apa yang tidak bisa dilakukan dalam hal urusan tidak procedural untuk kepentingan kapitalis.
Persoalan Pulau Lari-larian yang di klaim oleh pihak Sulbar ini sudah tercuat sejak tahun 2006, dan sejak saat itu pihak Sulbar terus melakukan upaya-upaya “pendekatan” ke pusat pemerintahan untuk menyatakan pulau tersebut masuk dalam wilayah adminitrasinya. Namun apakah kegigihan pihak Sulbar sebanding dengan langkah-langklah yang dilakukan pihak otoritas di Kalsel?...jawabannya adalah TIDAK!
Keberadaan Kalsel di tingkat Pusat hanyalah dipandang sebagai lokasi investasi / Eksploitasi Sumber Daya Alam yang “aman” karena orang-orang di Kalsel tidak banyak tingkah dan gampang diatur walaupun diperlakukan semena-mena dan tidak adil. Suka tidak suka kita harus menerima “image” seperti itu.

Harus Lebih Keras
Apakah Kalsel selalu mengambil sikap mengalah setiap persoalan yang muncul, demi menciptakan kondisi daerah yang kondusif untuk investasi. Kondusif buat siapa?..itu pertanyaannya.
Kalau pihak Sulbar menganggap perebutan Pulau Lari-larian ini adalah persoalan harkat dan martabat mereka, kenapa pihak Kalsel yang daerahnya direbut tidak memandang persoalan ini sebagai persoalan harkat dan martabat juga. Siapa sebenarnya yang merebut dan siapa yang semestinya merasa harkat dan martabatnya diinjak-injak.
Masyarakat awam kebanyakan memang tidak mengerti persis perkara Pulau Lari-larian ini, cuma masyarakat Kalsel khususnya Kotabaru berhak atas pembangunan dimana keberadaan pulau tersebut bisa berdampak positif secara tidak langsung bagi peningkatan kesejahteraan warga kalsel dan kotabaru.
Bukankah sudah banyak pelajaran dan pengalaman investasi di Kalsel selama ini, dimana investasi eksploitasi sumber daya alam bukannya mensejahaterakan masyarakat Kalsel malah sebaliknya, dan khususnya contoh di Kotabaru eksploitasi PT. Arutmin dan PT. BCS, PT. SMART membuktikan hal itu dimana sampai saat ini tiga perusahaan besar tersebut “tidak bisa tersentuh” oleh pemerintah lokal ( Kebijakan pemerintah daerah )
Dengan demikian momentum mempertahankan Pulau lari-larian ini semestinya membuat kita warga kalsel sadar, bangun dari tidur panjang. Berhenti berdiam diri dan selalu mengalah. Saatnya kita tunjukkan bahwa kita juga bisa “keras”. Kita tidak bisa menyangkal bahwa daerah-daerah yang bersikap keras lah selama ini yang mendapatkan perhatian lebih dari pemeintah pusat.
Beranikah?...keberanian muncul karena benar, oleh karena itu kurangi dan kikis sikap feodalis bagi para pejabat-pejabat eksekutif maupun legeslatif yang seringkali “berselingkuh” dengan pengusaha. Dan bagi Gubernur Kalsel harus lebih menonjolkan memperjuangkan kepentingan daerah dan lebih berani lagi berhadapan dengan pemerintah pusat. Jangan mengerdilkan diri dengan alasan jabatan Gubernur adalah jabatan perwakilan pemerintah pusat.
Orang Kalimantan Selatan juga bisa bersikap keras dan tegas, semoga tidak hanya sebuah utopia.

Kotabaru 1 Januari 2012.

Noor Ipansyah
( Advokat/ ketua YALAM/LAMAS Kotabaru.)

Rabu, 11 Mei 2011

PT. Arutmin Indonesia yang tidak Bertanggungjawab

Pada hari Senin, tanggal 9 Mei 2011, kami menuju desa Papaan dan Desa Gunung Batubesar,Kecamatan Sampanahan, Kabupaten Kotabaru. Kalimantan selatan. Menggunakan spedboat tujuan geronggang. dari Geronggang kami dijemput naik kendaraan roda dua, menuju kedua desa tersebut.
perjalanan dengan menggunakan ojek harus mengeluarkan uang Rp. 200.000/OJEK, dan menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam. dengan melewati jalan perusahaan PT.Arutmin Indonesia Senakin dan jalan perkampungan. Ketika melewati jalan perusahaan maka terasa nyaman, lebar namun berdebu dan ketika melewati jalan kampung maka akan melalui rintangan becek, licin seperti kubangan kerbau.

Dalam perjalanan kami disuguhi "pemandangan-pemandangan" yang "mengesankan".
dibawah ini lokasi eks tambang PT.Arutmin didesa Sepapah yang tidak direklamasi.

perjalanan kami lanjutkan, dan melihat lagi "danau" serupa yang juga eks tambang yang tidak direklamasi. Pit 7 Desa Sekandis Gunung Calang.


Setelah melakukan dokumentasi, perjalanan dilanjutkan lagi, dan ketemu lagi "danau" yang lain. PIT 4 masih diwilayah sekandis Gunung Calang.

Perjalanan dilanjutkan, pantat dan pinggang sudah terasa sangat tidak
nyaman, tidak lama diperjalanan kami tercengang lagi dengan "pemandangan" yang sama. Lokasi PIT 2.



Perjalanan kami lanjutkan, dan sampai di desa Sakalayung, Pamukan selatan. Kami mampir disebuah warung kecil. Saat itu juga ada beberapa warga yang juga lagi istirahat. Kontan saja kami berbincang-bincang dengan warga masyarakat setempat tersebut sambil melepas dahaga.

Perbincangan ternyata sangat menarik mereka untuk "curhat" dari sungai yang tidak bersih lagi, warga yang harus beli air bersih Rp. 6000/ dirigen, janji perbaikan jalan yang tidak terlaksana, diminta mengosongkan rumah dengan diberi kompensasi karena ada aktifitas blasting/peledakan disekitar perkampungan.

Kami mendengar keluhan warga dengan seksama, ada rasa getir dan ketidakberdayaan mereka menghadapi perusahaan sebesar PT.Arutmin Indonesia ini.
Ceritanya bersambung........lebih heboh lagi tentang peledakan dekat perkampungan, pembelian jiwa-jiwa masyarakat, konspirasi dan tindakan yang tidak manusiawi.

Selasa, 10 Mei 2011

Fhoto-fhoto eks tambang PT. Arutmin Senakin Mine yang tidak di reklamasi

Lokasi di kecamatan Kelumpang Tengah, Kelumpang Utara, Sampanahan dan daerah Pamukan, Kabupaten Kotabaru. Kalimantan Selatan.
Fhoto diambil tanggal 9 Mei 2011.



Senin, 04 April 2011

kisah Bijak: Sebatang Bambu


Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya. Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu.

Dia berkata kepada batang bambu,” Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air yg sangat berguna untuk mengairi sawahku?”

Batang bambu menjawabnya, “Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau,Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu.”


Sang petani menjawab, “Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar. Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawah sehingga padi yang ditanam dapat tumbuh dengan subur.”

Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam….., kemudian dia berkata kepada petani, “Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?”


Petani menjawab, ” Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua ini karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah.”

Akhirnya batang bambu itu menyerah, “Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna ketimbang batang bambu yg lain. Inilah aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki.”


Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawah sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.

Pernahkah kita berpikir bahwa dengan tanggung jawab dan persoalan yg sarat, mungkin Tuhan sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya? Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa.


Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Tuhan tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Tuhan, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?


Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, ” Inilah aku, Tuhan…perbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki.”

Sabtu, 02 April 2011

Kotabaru -Tj. Serdang perjalanan yang memabukan!!!

Hampir dapat dipastikan semua orang akan mengeluh apabila harus menempuh perjalanan dari Kotabaru ke tanjung serdang pelabuhan fery. Kenapa?..tentunya disamping jalannya yang berbelok-belok...ampun.. rusaknya dan lubang-lubang yang dalam. (isteri saya mabuk sepanjang jalan setelah sampai langsung muntah di depan bagunan ASDP, dan muntah lagi ketika masuk ke Toiletnya yg sangat menjijikkan).






Hampir dapat dipastikan kalau lagi ngebut dan tidak konsentrasi dan kena kubangan tersebut..pasti jatuh. faktanya tidak sedikit masyarakat peengguna jalan yang mengalami kecelakaan baik berat maupun ringan, bahkan sampai merenggut nyawa.

tidak sampai jauh, setelah jembatan sungai paring kalau belum biasa lewat ada lubang besar dan pengendara pasti tidak melihat, karena posisinya persisi setelah turun jembatan, beberapa terakhir sudah ada beberapa warga masyarakat yang kecelakaan.

memang ada perbaikan, namun beberapa ruas yang beberapa bulan yang lalu diperbaiki sekarang hancur lagi..kenapa ya????

Antara stagen sampai sebelum memasuki desa sungup, masih bagus tapi tetap harus hati-hati karena tempelan-tempelan bekas pemeliharaan kontraktor masih banyak yg belum ditutup sempurna. Pertanyaannya...berapa bulankah jalan itu bisa bertahan bagusnya?...kuatirnya nanti setelah ada proyek perbaikan jalan yang rusak tersebut,..jalan yang baru ini gantian rusaknya, jadi perjalanan 1 jam Kotabaru - tanjung serdang akan benar-benar perjalanan yang memabukan.

Harapan semua warga, khususnya di Pulau Laut ini...jalan bisa bagus sampai lingkar pulau laut, sehingga dengan berfungsinya jalan akan mempermudah aktifitas produktif masyarakat yang tentunya pasti akan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat juga.
so..jalan saja dulu yang harus dibenahi, tidak peru banyak beretorika tentang kesejahteraan.

kondisi fasilitas Publik ASDP tj.Serdang yang Buruk

Kondisi ini diambil waktu bulan Maret 2011, di lokasi penyebarangan Ferry tanjung Serdang. fasilitas ini sudah berlangsung lama hampir sepuluh tahun dan sepertinya tidak ada perbaikan, padahal fasilitas seperti Ruang Tunggu, Toilet, Kamar mandi dan Mushola adalah sarana vital bagi masyarakat.

Kita belum mendengar adanya sikap untuk memperbaiki fasilitas tersebut, baik dari ASDP maupun dari pemerintah daerah.




Sejarah Kotabaru

Menurut riwayatnya, Kabupaten Kotabaru terdapat beberapa kerajaan-kerajaan kecil diantaranya kerajaan Kusan dan Pagatan, Cengal Manunggul dan Bangkalan, Batulicin, Sebamban, Pasir, Cantung dan Sempanahan dan kerajaan besar seperti Kusan dan Pagatan, serta Pulau Laut. Diperkirakan, kerajaan-kerajaan tersebut didirikan di sekitar tahun 1786.
Kerajaan Kusan dan Pagatan didirikan sekitar tahun 1786 oleh Pangeran Amir seorang pangeran yang melarikan diri dari kerajaan Kayu Tangi akibat adanya perebutan kekuasaan dalam kerajaan tersebut. Pangeran Amir bergelar Raja Kusan I. S etelah beliau wafat diganti oleh Pangeran Musa adik dari Sultan Adam Kayu Tangi yang kemudian bergelar Raja Kusan II. Sekitar Tahun 1820 Kapitan La hanggawa diakui oleh Sultan Sulaiman (keponakan Pangeran Amir) dari Kayu Tangi sebagai raja Pagatan. Baik Raja Kusan II maupun Raja Pagatan, keduanya takluk dibawah Sultan Kayu Tangi dan diharuskan membayar upeti. Setelah Raja Kusan II mangkat, ia digantikan anaknya Pangeran Napis dan bergelar Raja Kusan III.
Pada tahun 1840, Pangeran Napis meninggal dan digantikan dengan puteranya Pangeran Jaya Sumitra yang bergelar Raja Kusan IV dan kemudian beliau memindahkan pusat kerajaan ke Salino di Pulau Laut yang terletak berseberangan dengan muara Pagatan, dan menyerahkan kerajaan Kusan kepada Arung Abdul Karim yang kemudian menjadi raja Kusan dan Pagatan. Tahun 1881 Pangeran Jaya Sumitra meninggal dunia dan diganti oleh putra sulungnya yang bernama Pangeran Husin Kusuma yang bergelar Raja Pulau Laut IV. Setelah pangeran Husin Kusuma meninggal saat menunaikan ibadah haji pada tahun 1900, kedudukan beliau digantikan oleh putranya Pangeran Aminullah dengan gelar Raja Pulau Laut V yang merupakan raja Pulau Laut terakhir.


Masa Penjajahan Belanda & Jepang
Pada tahun 1905, pemerintah Belanda menghapuskan kerajaan-kerajaan di Pulau Laut dan Tanah Bumbu seperti Cengal Manunggul dan Bangkalaan, Cantung dan Sampanahan, Batulicin, Pulau Laut, dan Sebamban. Maksud dan tujuan penghapusan kerjaan-kerajaan tersebut tidak lain agar pemerintah Belanda dapat langsung menguasai dan mengawasi rakyat tanpa perantara dari raja-raja dari kerajaan tersebut yang kemungkinan besar akan menimbulkan kesulitan terhadap pemerintahan mereka. Maka dengan demikian berakhirlah kekuasaan raja-raja dengan seluruh pemerintahannya. Pemerintahan beralih langsung dilaksanakan dan dipegang oleh pemerintah kolonial Belanda dan hal ini berjalan hingga tahun 1942 sewaktu tentara Jepang menduduki Kotabaru dan daerah sekelilingnya. Jepang mengalami kekalahan pada Perang Dunia II pada tahun 1945 setelah dibom-nya kota Hiroshima dan Nagasaki, menandai dimulainya pergerakan kemerdekaan di wilayah Kalimantan Tenggara.



Zeefhuis bij het spooremplacement op Poelaoe Laoet 1920

Masa Pergerakan Kemerdekaan
Pada tanggal 25 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda melakukan perjanjian Linggarjati yang salah satu isinya menyebutkan bahwa "Pemerintah Belanda dan Pemerintah RI bersama-sama menyelenggarakan berdirinya sebuah negara berdaulat dan demokratis yang dinamai Negara Indonesia Serikat, terdiri dari Republik Indonesia, Borneo dan Timor Besar". Kemudian karena isi perjanjian tersebut dilanggar oleh pihak Belanda dengan mengadakan Perang Kolonial I (21 Juli 1947).
Setelah itu atas jasa-jasa baik Komisi Tiga Negara diadakan perundingan kembali yang dinamakan persetujuan Renville (27 Januari 1948) dimana salah satu isi pasalnya menyatakan dalam waktu kurang dari enam bulan dan tidak lebih dari satu tahun sesudah ditanda tangani, maka di berbagai daerah di Jawa, Sumatera dan Madura akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah rakyat di daerah tersebut akan turut di dalam Republik Indonesia atau masuk dalam lingkungan Negara Indonesia Serikat.
Atas dasar kedua persetujuan tersebut penguasa Belanda/NICA membentuk Pemerintahan dengan nama Dewan Kalimantan Tenggara dan lanschap-lanschap, kemudian Pemerintah Belanda mengadakan plebisit di seluruh penduduk untuk menentukan pilihan apakah masuk ke Republik Indonesia, Borneo atau Timur Besar yang diadakan di sekolah Rakyat Baharu (Sekarang SDN Akhmad Yani / SDN Batuah). Hasil dari plebisit tersebut, penduduk tetap menghendaki Kalimantan Tenggara sebagai daerah Republik Indonesia.
Setelah mengetahui keinginan rakyat Kalimantan Tenggara, penguasa Belanda waktu itu tidak mau melaksanakan apa yang dikihendaki rakyat tersebut, sehingga mendapat perlawanan dari pemuda yang ingin bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia dan pada bulan Oktober 1949 bendera merah putih dikibarkan di Pasar Pagatan, kemudian membentuk suatu Badan yang bernama Komite Nasional Indonesia Kotabaru dan Komite Nasional Indonesia Pagatan. Disamping mengadakan demonstrasi-demontrasi, tuntutan-tuntutan berupa mosi, resolusi dan sebagainya, pada bulan Pebruari 1950 berangkatlah sebuah delegasi atas nama Rakyat Daerah Kalimantan Tenggara menuju Yogyakarta dan Jakarta untuk menghubungi dan menyampaikan resolusi kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Setelah delegasi tersebut kembali ke Kotabaru dan Pagatan, keadaan pergolakan yang menuntut dibubarkannya Dewan Kalimantan Tenggara dan masuknya Kalimantan Tenggara kedalam Republik Indonesia di Jogyakarta makin memuncak. Untuk mencegah agar Dewan Kalimantan Tenggara ketika itu jangan dibubarkan secara paksa oleh rakyat, maka dewan kembali mengambil kebijaksanaan untuk mengirim utusan ke Yogyakarta dan ke Jakarta untuk menemui Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Adapun delegasi tersebut diwakili oleh M. Jamjam (Dewan Kalimantan Tenggara), A. Imberan (Dewan Lanschap Cantung Sampanahan), K.H. M. Arief (Dewan Lanschap Pulau Laut), K. Asyikin Noor (Dewan Lanschap Pagatan).
Pada tanggal 4 April 1950 Dewan Kalimantan Tenggara dibubarkan dan dimasukkan ke dalam wilayah Republik Indonesia (Yogyakarta) lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 137 dan nomor 138, kemudian pada tanggal 29 Juni 1950 dikeluarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang pembentukan wilayah-wilayah Pemerintah yaitu Kabupaten-Kabupaten, Daerah-Daerah Swapraja dalam propinsi Kalimantan. Maka daerah Kalimantan Tenggara dulu diubah menjadi Kabupaten Kotabaru dengan ibukotanya adalah Kotabaru, sedang yang diangkat sebagai kepala Daerah adalah M. Yamani. Sesudah itu keluar Peraturan Pemerintah tanggal 30 Juni 1950 sebagai pengganti Undang-undang No. 2 tahun 1950 tentang Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara dan Dewan Pemerintahnya untuk seluruh daerah Republik Indonesia. Yang kemudian diikuti dengan surat Keputusan Gubernur Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 No. 186/OPB/92/14 di dalam Bab II pasal 4 menyatakan bahwa Badan-Badan Pemerintah Kabupaten terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pemerintah Daerah.



Pelabuhan Kotabaru 1950
Pergolakan Daerah
Setelah pengakuan kedaulatan, sebagai hasil perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI, berbagai ‘pergolakan daerah’ terjadi sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap Pemerintah Pusat. PRRI / Permesta, DI / TII, dan RMS adalah contoh pergolakan tersebut. Di Kalimantan Selatan, DI / TII pimpinan RM Kartosuwiryo ‘merembet’ ke Kotabaru.
Berawal dari kekecewaan Ibnu Hajar, mantan prajurit Divisi IVB ALRI (A) yang tidak puas atas perlakuan terhadapnya dan kawan-kawan seperjuangan, membentuk organisasi gerilya, Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT). Penyebabnya adalah (sumber: Van Dijk, 1983 : 229) persoalan demobilisasi dan rasionalisasi terhadap unsur-unsur Divisi IV ALRI sejak awal triwulan pertama 1950. Divisi pimpinan Ibnu Hajar telah melakukan upaya-upaya memajukan agama Islam dan syari’at Islam. Semangatnya sejalan dengan gerakan di Aceh menjadi negara Islam, yang menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan SM Kartosuwiryo.
Kebangkitan DI / TII atau NII berbarengan dengan rasionalisasi di tubuh Tentara Republik Indonesia. Bagi sebagian mantan pejuang di Kalimantan Selatan yang bergabung dengan TNI, dirasakan adanya diskriminasi. Banyak mantan prajurit Divisi IV ALRI (A) yang terkena demobilisasi dan tidak diakui sebagai veteran dan tidak menerima pensiunan.
Bagi sebagian masyarakat dan mantan pejuang di Kotabaru, gerakan Ibnu Hajar mendapat simpati. Gerakan ini merupakan ungkapan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, dan bukan memerangi rakyat Kalimantan Selatan. Gerakan Ibnu Hajar adalah fakta perjalanan bangsa yang menjadi pelajaran berharga. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 449 Tahun 1961 tentang pemberian amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan.
Gerakan ini kemudian menyebar ke Barabai, Birayang, Batumandi, Paringin Kelua, Kandangan dan seterusnya, khususnya di kalangan mantan prajurit Divisi IV ALRI (A). Namun akhirnya, pada bulan Juli 1963, Ibnu Hajar dan pengikutnya menyerahkan diri di Desa Ambulun, Hulu Sungai Selatan. Ibnu Hajar mengisyaratkan bahwa dia tetap mencintai negara ini dengan menyatakan bahwa “apabila negara membutuhkannya ia bersedia mengabdi pada republik dan ia beserta pengikutnya bersedia dilibatkan dalam konfrontasi dengan Malaysia”. Aktivitas gerilya berakhir di tahun 1969, diawali janji pemerintah bahwa tidak ada pengadilan bagi gerombolan, dan diikuti dengan pemberian amnesti dan abolisi oleh pemerintah, seperti tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 449 tahun 1961 Tentang pemberian amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan.




SMP 268 (SMPN 1 Kotabaru) - Agustus 1958.

Tampak di belakang adalah komplek penampungan bekas kelompok KRIyT.


Kotabaru membangun

Wilayah Kabupaten Kotabaru menurut undang-undang darurat Nomor 3 tahun 1953 tentang pembentukan (Resmi) Daerah Otonomi Kabupaten / Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten dan Kota Besar dalam lingkungan Daerah propinsi Kalimantan menyatakan bahwa wilayah Kabupaten Kotabaru meliputi Kawedanan-kawedanan Pulau Laut, Tanah Bumbu Selatan, Tanah Bumbu Utara dan Pasir. Kemudian dengan Undang-Undang Darurat No. 3 Tahun 1953 sebagai undang-undang dan menyatakan bahwa wilayah Kabupaten Kotabaru dikurangi dengan Kawedanan Pasir.





Kantor Pemda Kotabaru



Nama-Nama Bupati Kabupaten Kotabaru
No. Nama Kepala Daerah Priode Keterangan
1. M. Yamani 1950-1951 Bupati

2.
Abdul Rasjid 1951-1955 Bupati
3. Ibrahim Sedar 1955-1958 Bupati
4. H. Abdul Muluk 1958-1959 Bupati
5. H. A. Hudari 1960-1963 Bupati
6. Basrindu 1963-1969 Bupati
7. H. Gt. Syamsir Alam 1969-1980 Bupati
8. N. Sutejo 1980-1985 Bupati
9. H. M. R. Husein 1985-1990 Bupati
10. Tata M. Anwar 1990-1995 Bupati
11. M. B. A. Bektam 1995-2000 Bupati
12.

Sjachrani Mataja dan Akhmad Rizali
2000-2005 Bupati & Wakil Bupati
13

Sjachrani Mataja dan Fatizanolo S.
2005-2010 Bupati & Wakil Bupati






Total hits : 3071 | lastupdate : 30-06-2010